BANDUNG- Dugaan manipulasi dan mark up (penggelembungan) iklan promosi umum dan produk bank di PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (Bjb) tahun 2021-2023 sebesar Rp 1.159.546.184.272 yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkesan jalan ditempat.
Penilaian ini dilontarkan Ketua DPD LSM Trinusa Jawa Barat, Ait Maman Sumarna, kepada media ini di kantornya, Bandung, Minggu (13/10).
Ait menduga, lamanya pengumuman resmi oleh KPK terhadap nama-nama lima tersangka kasus mark up penempatan iklan di Bjb seolah-olah ada tarik ulur kepentingan di dalam tubuh KPK. “Kami menduga diantara yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK adalah Direktur Utama Bjb Yuddy Renaldi,” ungkap Ait.
Sebab, lanjut Ait, yang bisa melakukan lobi terhadap anggota BPK yang bernama Ahmad Noor Supit biasanya orang nomor satu di Bjb, yakni Yuddy Renaldi.
Ait juga merinci realisasi beban promosi umum dan produk bank Rp 820.615.975.948, dengan rincian realisasi beban promosi umum dan produk bank tersebut, diantaranya sebesar Rp 801.534.054.232,00.
Besaran anggaran ini dikelola oleh Divisi Corporate Secretary (Corsec) atas biaya penayangan iklan di media televisi, media cetak dan media online melalui kerjasama dengan agensi. Mekanisme pengadaan enam jasa agensi menguntungkan Bjb, dari anggaran sebesar Rp 341 miliiar lebih.
Enam agensi yang ditunjuk Bjb adalah PT CKMB mendapatkan realisasi anggaran untuk media TV 2021 Rp 30.002.847.732, PT CKSB mendapatkan realisasi untuk media TV tahun 2021 Rp 6.095.826.000, tahun 2022 Rp 42.157.327.160, tahun 2023 Rp 30.215.182.252. Total realisasi iklan yang dikelola PT CKSB sebesar Rp 78.468.335.412. Sementara PT AM mendapatkan anggaran untuk media cetak tahun 2021 sebesar Rp 26.363.816.620, tahun 2022 Rp 35.279.937.015 dan tahun 2023 Rp 26.835.401.481. Total yang diterima PT AM sebesar Rp 88.752.155.116.
PT BSCA mendapatkan anggaran untuk media cetak tahun 2021 sebesar Rp 400.000.000 dan media digital tahun 2022 dan 2023 sebesar Rp 29.464.124.796, PT CKM untuk media cetak tahun 2021 sebesar Rp 13.641.946.370 dan media digital tahun 2022-2023 sebesar Rp 59.927.268.202. Dan untuk yang terakhir PT WSBE untuk media cetak tahun 2021-2023 sebesar Rp 32.932.866.392 dan untuk media digital tahun 2021-2022 sebesar Rp 8.300.000.000.
Alasan mengapa media dan agensi dijadikan alat untuk dugaan korupsi pada penempatan iklan Bjb? Menurut Ait, dalam perjanjian kerjasama antara agensi dan Bjb, agensi berperan untuk menjadi penghubung antara Bjb dengan media yang akan menayangkan iklan. Sedangkan untuk materi iklan Bjb telah bekerjasama dengan pihak ketiga.
Bjb melakukan pembayaran kepada agensi setelah iklan ditayangkan oleh media. Atas jasanya tersebut, agensi menerima fee berdasarkan persentase tertentu dari nominal yang telah ter-discount rate sesuai ketentuan yang diatur dalam perjanjian.
Pembayaran didasarkan pada dokumen bukti penayangan iklan dari media, surat permohonan pembayaran, kuitansi pembayaran dari bjb kepada agensi, faktur pajak dan berita acara serah terima pekerjaan.
Nah, lanjut Ait, disinilah persoalan media dan agensi dijadikan alat oleh Bjb, dalam perjanjian kerjasama tersebut, agensi tidak diwajibkan untuk melampirkan bukti pembayaran kepada media sebagai dasar penagihan. Setelah penandatanganan kontrak dengan agensi, selanjutnya Bjb dalam hal ini Divisi Corsec melakukan pesanan iklan kepada agensi.
Divisi Corsec menentukan media yang akan menjadi tempat penayangan iklan beserta bujet maksimal. Agensi menyiapkan dokumen penawaran dalam bentuk media plan yang didukung dengan dokumen surat penawaran dari media TV tanpa mencantumkan harga yang ditawarkan oleh Media TV.
“Agensi dan media dijadikan tempat pencucian uang oleh oknum Bjb,” tegas Ait. (man/mun)